RADARMEDAN.COM - Program 100 hari kerja bukanlah sesuatu yang asing kita dengar, pernyataan program 100 hari kerja pertama kali dicetuskan oleh Presiden Amerika Serikat Franklin D Roosevelt pada tahun 1933. Program 100 hari kerja menjadi tren para pemimpin dunia sampai kepada pemimpin daerah dalam kebijakan jangka pendek untuk menarik perhatian masyarakat maupun lawan politiknya.
Vibrasi kebijakan program 100 hari ini menjadi sebuah komoditi pencitraan para kepala daerah, dan itu adalah hal lumrah dan tak perlu diperdebatkan. Persepsi masyarakat akan kebijakan bupati terpilih entah itu dianggap kebijakan populis atau tidak oleh para pemerhati pemerintahan dan masyarakat tidak perlu kita jadikan sebuah polemik, kesempatan 100 hari bila dipergunakan dengan baik maka ini adalah kesempatan untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat menyangkut kinerja kepemimpinan. Kritik, saran dan masukan dari masyarakat diperlukan sebagai ruang evaluasi dalam proses menuju target yang ingin dicapai dalam keberhasilan kinerja.
Kepala daerah yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk menampung segala masukan, memilah, menganalisa dan memaksimalkan fungsi perangkat kerja ASN di bawah kepemimpinannya akan menguatkan legitimasi pencapaian kinerja pemimpin daerah.
Seorang pemimpin daerah yang terpilih tentunya membutuhkan dukungan masyarakat tidak hanya dari pemilihnya namun dari pemilih yang tidak mendukungnya. Ini bukan persoalan mudah dimana masyarakat yang sudah terbelah dukungan selama pilkada dan dalam kepemimpinannya akan diuji bagaimana mengajak masyarakat untuk berangkat bersama memajukan daerah yang dipimpinnya terlepas dari atribut dukungan masing-masing di masa pilkada lalu. Konsolidasi eksternal ini memerlukan waktu namun bila niat ketulusan membangun itu dapat menggerakkan semua elemen masyarakat maka itu tak akan menjadi persoalan rumit yang tidak bisa tidak diatasi.
Sedangkan konsolidasi internal yang dilakukan beberapa kepala daerah, salah satu strategi yang dilakukan yakni membuat kontrak kerja para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan pemerintah daerah. Di dalam sebuah kepemimpinan memang perlu mengetahui aset organisasi yang dipimpinnya. Aset dalam pemerintahan yaitu perangkat sumber daya manusia (SDM) yang akan menjalankan kebijakan program kepala daerah.
Kreativitas kepala daerah
Di tahun pertama, para kepala daerah baru yang terpilih berbeda dengan petahana yang menang untuk melanjutkan program kerjanya di periode pertama. Kepala daerah yang terpilih memerlukan waktu beradaptasi dengan lingkungan kerja barunya. Setelah 1- 2 pekan beradaptasi dengan wilayah kerjanya, tentu tidak hanya sekedar blusukan, tetapi bekerja secara maksimal dan menerapkan skala prioritas terutama di masa pandemi.
Masa pandemi, yang membatasi setiap aktivitas kegiatan berkumpul, diperlukan kreativitas kepala daerah mewujudkan 100 hari kerjanya. Terus terang dimasa pandemi, tidak perlu melakukan kebijakan populis namun mengutamakan bagaimana menstimulasi roda perekonomian masyarakat agar tetap menjaga pertumbuhan ekonomi membaik. Di dalam program 100 hari kerja, kepala daerah memasukkan program penciptaan lapangan kerja. Terobosan menjaga pertumbuhan ekonomi agar tidak stagnan itulah yang menjadi prioritas di masa pandemi. Terobosan ekonomi itu tidak selalu bersifat besar, terobosan kecil yang dieksekusi secara masif dan merata itu lebih baik daripada terobosan yang menggunakan anggaran besar daerah namun tidak dinikmati sebagai pemicu pergerakan ekonomi masyarakat.
Diantara program 100 hari kerja kepala daerah masa pandemi yaitu mengeluarkan kebijakan dalam pemberian dana insentif dan pemotongan pajak bagi para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) serta mempromosikan usaha pelaku UMKM melalui virtual dan global agar lebih efesien dan efektif dikenal pasar domestik dan luar negeri. Para Pelaku UMKM diberikan kemampuan pelatihan virtual untuk mempromosikan usaha mereka lintas negara.
Di bidang pertanian, kepala daerah mampu menjaga distribusi ketersediaan pupuk dengan harga terjangkau, menjalin kerjasama dengan mitra koperasi dan swasta untuk menerima hasil pertanian masyarakat, serta terjaminnya distribusi pasokan air dialirkan ke sawah para petani.
Penerapan janji program 100 hari kerja adalah fase pertama yang menentukan penilaian masyarakat akan kinerja kepala daerah menuju ke jenjang fase berikutnya. Pencitraan positif akan datang sendiri dari pengakuan masyarakat daerah yang dipimpin.
Penulis:
Fransisco
Guru Bahasa Inggris SMA di sekolah swasta Jakarta.
Pendidikan terakhir: Sarjana Sastra Inggris (S.S) dari Universitas Kristen Indonesia
TAG : opini