RADARMEDAN.COM – Mangaradja Hezekiel Manullang (yang lebih dikenal sebagai Tuan HM Manullang), sangat pantas menjadi pahlawan nasional, karena sejak usia muda sudah menulis gagasan nasionalisme dan menentang ekspansi agraria ke Tanah Batak. Dalam usia yang baru 19 tahun, Tuan Manullang menerbitkan surat kabar Soeara Batak yang terbit di Tarutung (dicetak di Padang) tahun 1919.
Demikian kesimpulan yang dapat ditarik dari sejumlah sejarawan dalam web seminar (webinar) “Perlawanan MH Manullang Menentang Eskpansi Agraria Belanda ke Tanah Batak,” yang diadakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Massyarakat (LPPM) Universitas Negeri Medan (Unimed) Sabtu (27 Februari 2021), melului zoom dan https://youtu.be/EDOSo1niis0.
Setelah dibuka Ptof Dr Baharuddin ST MPd (Ketua LPPM Unimed), para pembicara adalah Prof Dr Hermawan Sulistyo (LIPI Jakarta), Dr Wannofri Samry MHum (ahli sejarah pers, Universitas Andalas), Dr Dimpos Manalu (aktivis agraria, Universitas HKBP Nomensen), Dr Edy Ikhsan SH MA (serajawan agraria, Universitas Sumatra Utara). Sejarawan Unimed, Dr Phil Ichwan Azhari MS bertindak sebagai moderator.
Dr Ichwan Azhari dalam pengantarnya mengatakan, perjuangan Tuan Manullang banyak diinspirasi oleh surat kabar Serikat Dagang Islam (SDI) di Medan tahun 1916, yang sudah berani menerbitkan koran dengan nama Merdeka. Menurut sejarawan ini, koran SDI itulah yang pertama kali berani menyebut kata-kata “merdeka.”
“Koran-koran yang diterbitkan Tuan Manullang, menjadi inspirasi banyak gerakan di Tanah Batak. Terutama Soeara Batak, yang sekalipun diterbitkan di Tarutung dan dicetak di Sumatra Barat, sudah merupakan karya luar biasa seorang pemuda yang baru berumur 19 tahun,” ungkap Dr Ichwan Azhari, sebagaimana ditulis dalam siaran pers panitia.
“Tuan Manullang dipenjarakan oleh Belanda di Cipinang (Jakarta), karena dituduh menghasut orang-orang Batak agar menolak ekspansi agraria ke Tanah Batak. Harus diakui, perjuangan Tuan Manullang itulah yang membuahkan hasil, di Tanah Batak tidak ada perkebunan Belanda (onderneming). Oleh karena itu, Tuan Manullang sangat pantas menjadi Pahkawan Nasional,” jelas Azhari.
Prof Dr Hermawan Sulistyo menegaskan, satu fakta saja sudah membuktikan bahwa Tuan Manullang pantas menjadi Pahlawan Nasional. “Yakni, dalam usia 19 tahun sudah mampu menerbitkan surat kabar Soera Batak yang sudah berbicara tentang gagasan nasionalisme,” kata Hermawan Sulistyo, peneliti sejarah di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta.
Menurut Hermawan, untuk zaman sekitar 100 tahun lalu, satu-satunya faktor produksi adalah tanah. Manakala tanah dirampas, maka artinya adalah merampas faktor produksi dari rakyat. Sampai sekarang pun, tanah adalah faktor produksi yang sangat penting.
“Tetapi, gagasan nasionalisme Tuan Manullang jauh lebih penting dari perampasan tanah,” papar Hermawan Sulistyo.
Kalau kita pahami bibit-bibit nasionalisme sebagaimana konsep Prof Bennedick Anderson, bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia, penyebaran bibit nasionalisme selalu lahir melalui media yang sangat provokatif pada masanya, sudah cukup kuat untuk menobatkan Tuan Manullang sebagai pahlawan nasional. Dian bukan pejuang sektarian, tetapi pejuang nasionalisme.
“Bagi saya, hanya orang bodoh yang tidak mengakui Tuan Manullang sebagai pahlawan nasional,” tandas Hermawan.
Edy Ikhsan SH MA, sejarawan agraria, mengungkapkan, akibat perkebunan (onderdeming), rakyat di Tanah Deli (Sumatra Timur) sudah habis, diambil Belanda menjadi perkebunan. Bahkan sudah sampai ke Simalungun. Sedangkan Tapanuli (tanah Batak), berkat perjuangan Tuan MH Manullang, tidak sempat menjadi area perkebunan yang merampas tanah rakyat dan menyengsarakan penduduk. (SM/HM)/PE
TAG : opini,sejarah,tokoh