Oleh : Mikha Elisa Sestriayu Sirait & Ignatius Soni Kurniawan, S.E., M.Sc
RADARMEDAN.COM - Jahe merupakan tanaman yang berasal dari asia tenggara. Tanaman jahe ini kemudian menyebar ke berbagai negara. Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat populer akan khasnya dan dijadikan sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Bahkan digunakan sebagai pengobatan alternatif di China, India, hingga Timur Tengah.
Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Jahe bersifat anti-inflamasi dan anti-oksidatif yang bisa mengendalikan proses penuaan.
Manfaat tanaman herbal ini juga memiliki potensi antimikroba yang dapat membantu dalam mengobati penyakit menular. Jahe segar memiliki rasa yang lebih kuat jika dibandingkan dengan jahe bubuk, kandungan gingerol yang baik bagi kesehatan juga masih banyak terdapat pada manfaat jahe segar.
Bahkan, manfaat jahe disebut-sebut dapat mencegah berbagai kanker. Namun, selain itu terdapat banyak manfaat jahe antara lain seperti mengatasi masalah pencernaan, mengurangi mual, membantu proses detoksifikasi mencegah penyakit kulit, anti peradangan.
Awal pandemic 2020 jahe diburu oleh masyarakat, karena dianggap sebagai peningkat sistem imun tubuh. Bahkan terjadi panic buying saat itu yang mengakibatkan harga jahe melonjak mahal.
Dikarenakan hal tersebut, banyak petani yang memilih bertanam jahe di masa pandemic, salah satunya di Sumatera Utara.
Jahe memiliki masa panen selama 8 sampai 12 bulan, tergantung dari keperluan jahe tersebut. Misalnya saja jika jahe dipergunakan untuk kebutuhan rumah tangga seperti bumbu masak, maka umur panen jahe di kisaran 8 bulan.
Jahe yang ditanam pada umumnya adalah jahe merah, karena jahe merah lebih mahal harganya dibanding dengan jahe putih. Di masa pandemic, untuk harga jahe merah sendiri sekitar Rp.40.000/Kg dan untuk harga bibitnya sekitar Rp.45.000/Kg.
Hanya membayangkan harganya saja bisa membuat orang tergiur, makanya banyak masyarakat yang menanam jahe merah secara besar-besaran dengan luas tanah dari 1 rantai hingga 4 rantai, bahkan ada yang hingga 1 hektar.
Yang paling penting adalah modal, karena menanam jahe juga membutuhkan modal yang cukup besar. Sebab pupuk yang dibutuhkan juga cukup banyak, dan harga pupuk sendiri juga cukup mahal.
Pemberian pupuk dapat dimulai pada saat usia tanaman jahe sudah dua bulan, pupuk yang diberikan adalah pupuk urea dan SP-36 dengan dosis 10 gram setiap meter persegi. Tanaman jahe merah yang berusia 5 bulan juga bisa diberikan susulan pupuk urea dan KCl dengan dosis takaran yang sama yaitu 10 gram setiap meter persegi.
Naiknya harga jahe merah di Sumut, dinilai sangat membantu dalam peningkatan ekonomi keluarga yang semakin membaik terlebih dalam masa pandemic. Panen yang diperoleh bisa mencapai Rp.200.000.000 sampai dengan Rp.500.000.000.
Banyak keluarga terlanjur menyusun rencana seperti merenovasi rumah, membeli kendaraan baik mobil maupun motor, kemudian pendapatan selebihnya digunakan untuk tabungan masa depan. Tidak hanya petani, namun para pedagang yang menjual jahe juga merasakan keuntungan yang cukup besar.
Namun, pada akhir Maret lalu terjadi penurunan harga jahe yang sangat drastis. Saat ini, harga jahe merah hanya sekitar Rp.4.000/Kg dan harga bibit jahe merah sekitar Rp.6.500/Kg.
Penurunan harganya hanya bersisa sekitar 10% dari harga sebelumnya. Penyebab turunnya harga jahe adalah karena terjadi panen raya di Sumatera Utara, hal yang sama juga terjadi panen raya di Pulau Jawa. Dan selain itu, karena peminat jahe saat ini sudah berkurang atau tidak lagi melakukan aksi borong (panic buying) dengan kata lain tingkat permintaan menurun.
Banyak masyarakat yang menanggung kerugian akibat turunnya harga jahe tersebut. Setiap harapan dan rencana yang sudah disusun dengan sangat baik tiba-tiba harus hancur lenyap. Bahkan masih banyak masyarakat berharap harga jahe naik setidaknya dengan harga Rp.10.000/Kg, supaya tidak terlalu rugi. Apalagi, saat ini ada informasi beredar bahwa kegiatan sekolah luring atau tatap muka akan segera diberlakukan, para orang tua juga akan mulai memikirkan seperti tiket anaknya kembali ke kota perantauan. Banyak orang tua yang berpikir, jika saja harga jahe masih tetap mahal maka tabungan untuk masa depan dapat digunakan saat situasi yang kadang datang secara mendadak.
Para pedagang jahe juga merasakan penurunan pendapatan karena sepi pembeli. Para pedagang mengatakan sebelumnya yaitu pada awal pandemic mereka dapat menjual jahe hingga 20 kg dalam sehari, namun akhir-akhir ini 20 kg dapat terjual dalam kurun waktu hingga seminggu.
Namun, apapun yang terjadi tentunya bukanlah atas kehendak manusia. Oleh sebeb itu, melalui kejadian ini kita dapat mengambil hikmah yaitu untuk selalu berjaga-jaga atas apapun yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang.
*(Penulis adalah Mahasiswa Strata 1 di Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa Yogyakarta)
TAG : opini,sumut,ekonomi