RADARMEDAN.COM, NIAS SELATAN - Pemilihan pemimpin merupakan salah satu bentuk berdemokrasi pada suatu masyarakat. Yaitu pemilihan pemimpin desa yang lebih dikenal dengan 'PILKADES'. Pemilihan Kepala Desa yang berlangsung selama 1 bulan ini, dari tanggal 08 sampai 25 November 2019, walau tidak seheboh dan semegah Pilpres dan Pilkada, Pilkades sangat menarik. Khusus menentukan sebuah pilihan dalam kurun waktu lima tahun kedepan.
Melihat perkembangan saat ini, banyak masyarakat berlomba-lomba untuk menjadi Kepala Desa. Bahkan sarjana tamatan perguruan tinggi pun tidak luput dari kontestasi tersebut. Dengan berbagai argumen yang diutarakan.
Mulai dari ingin mengabdi pada kampung halaman, gerakan pembaharuan, bahkan batu loncatan ke tingkat yang lebih tinggi atau embel-embel yang tidak kasat oleh mata.
Keinginan ini cenderung meningkat pada lima tahunan ini, dalam priode pemerintahan bapak Presiden Jokowi Widodo- Jusuf Kalla. Melalui program Dana Desa dan Alokasi Dana Desa dengan anggaran satu milyar perdesa yang dikucurkan pemerintah setiap tahunnya.
Memberikan sugesti menggiurkan para kontestan untuk rebutan menduduki kursi no satu di desa. Faktor ini bisa menjadi indikator keingginan mereka selain dari argument-argumen mulia yang diutarakan.
Dalam konteks ini saya tidak menyalahkan pemerintah, toh program pemerintah memiliki tujuan yang baik tapi salah digunakan pada tingkat bawah. Atau lost control dari pihak yang berwenang atau ada kongkalikong dari mereka.
Ketika kebijakan pemerintah dari pusat turun ke daerah sampai dengan tingkat yang terbawah sering terjadi penyimpangan tujuan yang diharapkan. Ada gunting yang digunakan untuk memotong dan ada sabun yang digunakan untuk memperlancar jalan tersebut.
Kembali pada prihal pemilihan kepala desa. Menurut fenomenologi yang dipahami dalam kacamata awamku. Ada beberapa factor yang menarik bila melihat paparan diatas.
Pertama, benar-benar tujuan mulia. Yaitu keinginan untuk melakukan perubahan. Dengan ilmu serta pengalaman yang dimiliki, diberdayakan untuk kemajuan pada masyarakat tempat kelahiran.
Kedua, ada makna yang tersirat beraura negativ. Yaitu keinginan untuk kepentingan diri pribadi. Seperti memperkaya diri sendiri. Apalagi dengan anggaran dana yang besar berputar di Pedesaan.
Jika melihat beberapa kasus di daerah, banyak terjadi penggelapan dana atau pungli yang dilakukan pemimpin di desa beserta kroni-kroninya. Jadi korupsi bukan hanya terjadi tataran tingkat tinggi. Tapi, tingkat akar rumput pun sangat marak terjadi.
Ketiga, batu loncatan. Yaitu keinginan tersembunyi untuk meloncat ke tingkat yang lebih tinggi seperti loncatan duduk dikursi no satu kabupaten sebagai tujuan. Seperti calon wakil rakyat tingkat kabupaten.
Timbul suatu pertanyaan mengapa?. Berdasarkan pandangan awam dengan statistic dan kalkulasi recehan. Dengan sudut pandang pada daptar pemilih tetap (DPT) di desa, mencapai kurang lebih seribu pemilih. Terdapat delapan puluh persen suara pemilih pasti sebagai basis suara.
Maka, delapan ratus suara milik sah bagi calon. Dan ditambah dengan suara desa-desa sekitar, baik karena tali emosional atau transaksional. Apalagi didukung perahu yang ditumpangi punya brand pada masyarakat.
Disertai teman-teman satu perahu yang solid. Jika harga satu kursi tiga ribu suara untuk duduk dari dapil yang diwakili. Betapa besar kemungkinan akan duduk.
Kalkulasi ini sangat menarik bila dihubungkan dalam hal pemilu legsilatif tingkat kabupaten. Jika sewaktu menjadi kepala desa memiliki nama yang harum di masyarakat kemungkinan pun dapat tercapai.
Berdasarkan kalkulasi, calon yang berangkat dari jenjang kepala desa yang punya nama memiliki suatu keberuntungan. Yaitu tanpa harus Money Oriented untuk membeli suara pemilih. Petuah lama berkata "kalau budi telah tertanam sangatlah sulit untuk terbalas akan selalu dikenang sepanjang zaman".
Dan juga bisa terjadi sebaliknya, jika sewaktu menjadi pemimpin tidak punya nama. Suara basis yang diperhitungkan akan melenceng dari apa yang diharapkan. (Yanuari Telaumbanua/Nisel/RM)/PE/red
Penulis adalah Kontributor Media dan Wartawan RADARMEDAN.COM
TAG : opini,nias