Keterangan Gambar : Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, S.H,M.H bersama guru honorer Meilisya Ramadhani mendatangi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Republik Indonesia di Jakarta, 23 Oktober 2024.
RADARMEDAN.COM, JAKARTA - Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, S.H,M.H bersama guru honorer Meilisya Ramadhani mendatangi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Republik Indonesia di Jakarta, 23 Oktober 2024.
Kedatangan mereka terkait penyampaian mohon keadilan atas adanya proses penyidikan dugaan tindak pidana Korupsi dalam seleksi PPPK Langkat Tahun 2023. LBH Medan mendampingi Meilisya Ramadhani melaporkan adanya dugaan kriminalisasi terhadap Meilisya yang dilaporkan di Polres Langkat.
Dalam keterangan persnya kepada Radarmedan.com, Rabu 29/10/2024 Irvan menjelaskan Kehadiran LBH Medan dan guru honorer diterima dengan baik oleh kompolnas.
"Dalam pertemuan tersebut LBH dan Bu Meilisya menjelaskan secara detail permasalahan PPPK Langkat dan dugaan upaya kriminalisasi serta menyerahkan bukti- bukti terkait kepada Sekretaris Kompolnas Irjen Pol. (Purn) Benny Jozua Mamoto, Komisioner Poengky Indarti dan Mohammad Dawam," terang Irvan.
Ia menambahkan pasca pertemuan tersebut, 28 Oktober 2024 Kompolnas secara tegas menyatakan sikapnya yaitu mendesak Kepolisian Daerah Sumatera Utara untuk menahan para tersangka dugaan korupsi seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat tahun 2023.
"Kompolnas menilai Polda Sumut lambat dalam mengusut dugaan korupsi yang dilaporkan LBH Medan pada 26 Januari 2024 lalu. Kami berharap kasus dugaan korupsi segera P-21 dan para tersangka dapat ditahan karena diduga melakukan intimidasi, menghilangkan barang bukti, serta berpotensi melarikan diri," ujar Irvan mengutip pernyataan Komisioner Kompolnas Poengky Indarti.
Poengky mengatakan kelima tersangka yang tidak ditahan turut menyebabkan kriminalisasi pada guru horoner, Meilisya Ramadhani, yang ikut membongkar dugaan korupsi seleksi PPPK Langkat 2023. Poengky menyebut pelaporan Meilisya ke Polres Langkat adalah imbas dari laporan dugaan korupsi yang saat ini masih ditangani oleh Polda Sumatera Utara.
Kompolnas juga membandingkan adanya perbedaan yang mencolok proses penyidikan yang dilakukan polda Sumut terkai penyidikan Kabupaten Langkat dengan Kabupaten Mandailing Natal dan Batubara. Anehnya dalam kasus Langkat 5 Tersangka tidak ditahan dan belum P-21.
"Adapun alasan lain Kompolnas Mendesak 5 Tersangka ditahan dalam kasus PPPK Langkat karena adanya relasi kuasa antara pelapor dan terlapor yang timpang, kuat dugaan adanya intimidasi dan para tersangka kemungkinan menghilangkan barang bukti," papar Irvan.
Menurutnya tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar bisa atau disebut denga extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang sangat merusak sendi-sendi kehidupan dan perkonomian masyarakat serta menyebabkan kerugian negara.
"Korupsi juga sebagai kejahatan yang sistematik, kompleks dan terancana. Berbicara tindak pidana korupasi hari diketahui bersama jika Polda Sumut sedang menangani dugaan tindak pidana korupsi PPPK di 3 Kabupaten diantaranya Langkat, Mandailing Natal dan Batu Bara, Provinsi Sumatera utara," tambanya.
Atas adanya laporan tersebut Polda Sumut telah menetapakan 5 tersangaka yaitu Kepala Dinas Pendidikan Langkat an Saiful Abdi, Kepala BKD a.n Eka Depari dan Kasi Kesiswaan SD Disdik Langkat an Alek Sander dan 2 Kepala Sekolah Kabupaten Langkat.
"Namun parahnya hingga saat ini 5 Tersangka Korupsi PPPK tersebut tidak ditahan polda sumut dengan alasan koperatif. Hal ini jelas mencedarai keadilan, hukum dan HAM. Serta telah bertentangan dengan Kode Etik Polri," jelas Irvan.
Ia juga menjelaskan bahwa tidak hanya itu, Polda Sumut diduga kembali melanggar kode etik dalam hal tidak profesional, prosedural dan proporsional sebagaimana yang diatur dalam pasal 5 huruf c Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian R.I, serta melanggar etika Kelembagaan dan Etika Kemasyarakatan dikarenakan terhadap 2 tersangka kepala sekolah yang berkas perkaranya sudah lengkap atau P21 pada tanggal 4 september 2024 (1 bulan lalu) tidak kunjung dikirimkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
"Seyogiayanya tindakan tersebut diduga telah melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Declaration Of Human Right (deklarasi universal hak asasi manusia/duham), ICCPR, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 7 dan Pasal 10 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia," pungkas Irvan. (R/HM/PE)
TAG : hukum,nasional