RADARMEDAN.COM, BERLIN - Di tengah meningkatnya ketegangan, beberapa perwakilan dari berbagai agama dan kepercayaan di seluruh dunia datang ke Lindau, Jerman untuk bergabung dalam konferensi perdamaian, "Religions for Peace". Salah satunya adalah mantan Presiden Timor Leste, Penerima Hadiah Nobel Perdamaian, H.E. Jose Manuel Ramos-Horta. Kepada Deutsche Welle, ia berbagi pendapatnya tentang berbagai konflik di belahan dunia, termasuk perang di Afganistan, Suriah, krisis pengungsi di Eropa dan protes di Hong Kong.
Deutsche Welle: Selama bertahun-tahun, Anda telah terlibat dalam upaya global untuk perdamaian. Kami melihat meningkatnya ketegangan, terutama di Asia Pasifik dan Timur Tengah. Apa prioritas kita sebagai bagian dari masyarakat dunia dalam menyelesaikan konflik itu dan meningkatnya ketegangan internasional?
Dunia saat ini berada dalam waktu yang berbahaya. Lihatlah India dan Pakistan, yang berkonflik atas Kashmir. Kesalahan perhitungan yang dilakukan salah satu pihak, dapat menyebabkan konfrontasi terbuka. Kita masih memiliki tantangan di Afghanistan. Perang belum berakhir, dan orang-orang masih menderita di Afganistan. Lebih dari dua dekade sekarang, dan konflik masih berlangsung. Ada proses perdamaian yang terjadi sekarang di Afganistan dan mudah-mudahan itu akan menyelesaikan situasi di sana untuk selamanya. Kemudian ada masalah di Semenanjung Korea, dengan Kim Jong Un (pemimpin Korea Utara). Presiden AS Donald Trump. Donald Trump bertemu Kim Jong Un di Singapura, lalu di Vietnam lalu di zona demiliterisasi.
Saya tahu situasi di Semenanjung Korea dengan cukup baik. Bisa jadi saya salah. Dan saya harap saya salah. Tetapi menurut saya denuklirisasi Korea Utara adalah fait accompli. Sama seperti denuklirisasi di Pakistan. Ketika terjadi ledakan di India pada tahun 1970-an, itu adalah perangkat uji coba nuklir pertama mereka. Saya ingat saat itu PM Pakistan, Bhutto mengatakan, bahkan meski kita harus makan rumput, kita akan mengembangkan senjata nuklir kita.
Jadi, ketika suatu negara menggunakan senjata nuklir, bisa mendorong pihak lain untuk melakukan hal serupa. Asia dalam pandangan saya adalah daerah paling berbahaya di dunia. Sangat berbahaya. Asia, secara ekonomi berhasil selama beberapa dekade, terutama didorong oleh Cina, tetapi pada saat yang bersamaan ada wilayah-wilayah yang berkekuatan nuklir. Di Eropa ada dua kekuatan nuklir, Prancis dan Inggris, namun mereka tidak saling menunjukkan kekuatan nuklir. Pakistan dan India saling menunjukkan senjata nuklir. India juga mengarahkan sasaran mereka ke Cina. Ditambah lagi, konflik di Myanmar dan Laut Cina Selatan. Dan kekuatan utama, seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, mereka menunjukkan lebih banyak kekuatan militer di Laut Cina Selatan. Jadi semakin banyak kekuatan militer, semakin banyak pesawat perang, kapal perang, semakin banyak risiko insiden antara semua kekuatan yang membawa militer ke sana.
Anda menyebutkan bahwa perang di Afganistan masih berlangsung, dan juga di tempat lain. Bagaimana kita bisa mengurangi ketegangan itu?
Tidak ada jawaban yang mudah. Jika ada jawaban yang mudah, maka konflik sudah terselesaikan. Konflik ini akan terus berlanjut selama bertahun-tahun yang akan datang. Bertahun-tahun yang lalu, saya menyampaikan pidato di Jenewa, di PBB. Saya juga ditanya tentang Suriah. Itu sepertinya lima tahun yang lalu atau lebih. Saya masih presiden kala itu. Dan saya katakan, konflik di Suriah, perang di Suriah masih akan berlangsung dan berlangsung terus selama bertahun-tahun. Kita akan melihat,begitu banyak orang terbunuh. Dan saya tidak melihat solusi apa pun. Nah, tujuh tahun kemudian, ternyata saya benar. Dan mengapa? Komunitas Suriah, masyarakatnya sangat terpecah. Oposisi sangat terpecah. Lebih dari 100 kelompok bersenjata di Suriah. Dan ada Turki, Arab Saudi, Emirat, Iran, yang juga ikut campur. Kemudian kekuatan regional tambahan Rusia dan Amerika Serikat terlibat dalam cara yang berbeda, dan sisi yang berbeda. Bagaimana bisa seseorang mengatasi masalah itu? Lalu kita melihat konsekuensi perang Suriah pada ketegangan sosial-politik di Eropa karena masalah pengungsi. Masalahnya bukan Eropa tidak suka pengungsi atau membenci Muslim, tidak ada hal yang seperti itu. Jika tiba-tiba ada gelombang masuk begitu banyaknya orang ke komunitas lain, maka wajar bila ketegangan meningkat. Kanselir Jerman, Angela Merkel menunjukkan kepemimpinan moral yang etis dalam menyambut para pengungsi Suriah.
Jika Anda melihat situasi di Jerman, sejuta pengungsi datang. Ada beberapa ketegangan, ada beberapa kekerasan, tetapi sebenarnya hal itu tidak berbeda dari kekerasan di Inggris, sepuluh tahun yang lalu, 20 tahun yang lalu, ketika krisis pengungsi terjadi. Jadi artinya bukan karena pengungsi datang, dan kemudian kekerasan terjadi. Tidak! Saya tahu Prancis, saya tahu Eropa dengan sangat baik. Selama beberapa dekade sudah ada ketegangan sosial dan politik di negara-negara ini. Ya, itu dibesar-besarkan dan dimanfaatkan oleh ekstrem kanan di Eropa.
Mengapa inisiatif Religions for Peace (Agama untuk Perdamaian ) itu penting?
Pemerintah Jerman mendukung inisiatif ini. Bersama-sama kami membuat inisiatif ini. Inisiatif Agama untuk Perdamaian bukan satu-satunya. Kita juga memiliki beberapa dialog lain yang didukung oleh organisasi PBB selama bertahun-tahun. Ada juga memiliki inisiatif di tingkat nasional dan regional, misalnya di Asia Tenggara. Para pemimpin Asia, Asia Tenggara juga mencoba melakukan yang terbaik untuk membantu menyelesaikan konflik dan ketegangan di Asia Tenggara. Mereka telah memulai dialog, misalnya untuk Afganistan atau daerah lain. Tetapi agama untuk stabilitas perdamaian sangat penting, karena para pemimpin agama beroperasi di tingkat paling bawah. Ada orang-orang Hindu, Buddha, Katolik, Baha'i, dll. Semuanya ada dalam masyarakat itu sendiri. Para pemimpin agama dapat mendidik, mempengaruhi, membentuk, dan menginspirasi kaum muda di komunitas, untuk hidup menghormati agama yang berbeda, etnis yang berbeda.
Lihat Myanmar. Ada biksu-biksu Buddha di Myanmar, alih-alih mengajarkan perdamaian, atau mengajarkan belas kasih Buddha, mereka mengajarkan kebencian, mereka memicu ketakutan irasional tentang Muslim Rohingya. Jadi, baik artinya ketika para pemimpin agama dari seluruh dunia berkumpul untuk mengambil tindakan, tidak hanya berkhotbah tetapi juga menegaskan kembali komitmen mereka untuk mengambil tindakan nyata, yang berkontribusi lebih efektif dalam membangun dialog, dialog untuk rekonsiliasi, belas kasih dan solidaritas. Jadi, saya pikir ini sangat penting. Dialog majelis agama di Lindau pada Agustus 2019 tidak dapat memperbaiki perang di Suriah atau Sudan Selatan atau Myanmar besok, minggu depan atau tahun depan. Tetapi Anda tidak dapat mencapai perdamaian dengan membom suatu negara. Kadang-kadang Anda dapat mengakhiri perang dengan intervensi militer, seperti Perang Dunia II, tetapi situasi seperti ini atau di banyak negara tidak dapat diselesaikan dengan tindakan militer.
Apa pesan damai Anda yang bisa Anda sampaikan?
Kita menghadapi tantangan serius, yang bahaya. Sayangnya Amerika Serikat, yang masih merupakan kekuatan global yang tak terbantahkan, alih-alih menggunakan kekuatan AS yang sangat besar untuk membantu menyelesaikan konflik di dunia dan untuk membantu mengatasi akar penyebab konflik dan kemiskinan atau alih-alih memperkuat lembaga multilateral dan hukum internasional , malah hampir berkontribusi terhadap pembubaran konstitusi internasional. Lihatlah cara AS berperilaku terhadap Uni Eropa. Semua presiden Amerika di masa lalu, apakah itu Barack Obama atau Bill Clinton atau Kennedy, semua menginginkan Eropa yang makmur, damai dan bersatu. Semakin banyak Eropa terintegrasi, semakin banyak Eropa makmur, semakin baik bagi AS dan wilayah lain di dunia.
Misalnya, dalam Konferensi Iklim di Paris, kami hadir sebagai delegasi untuk konferensi Perubahan Iklim. Perjanjian itu diadopsi setelah lebih dari 20 tahun negosiasi. Saya bertemu dengan menteri luar negeri John Kerry, selama konferensi Paris. Atas nama delegasi kami, negara-negara pulau kecil, kami juga ingin berkontribusi untuk Perjanjian Paris. Tetapi kemudian Presiden AS, Donald Trump meninggalkan perjanjian itu.
Eropa dan mantan presiden Barack Obama telah berurusan dengan Iran tentang program nuklirnya. Sekarang kita berada dalam situasi berbahaya dengan Iran. Di sisi lain, saya tidak percaya bahwa dengan sengaja, Presiden Trump atau pemimpin mana pun akan berperang untuk menyelesaikan masalah. Presiden AS tidak dapat memutuskan perang sendiri. Saya belum pernah bertemu Presiden Trump, tetapi saya tahu dia adalah seorang pengusaha, dan pengusaha bukan ideolog, mereka sangat pragmatis. Dia tidak akan berperang karena alasan ideologis. Akan ada banyak gertakan dan ancaman, tetapi saya tidak melihat akan terjadi perang apa pun karena adanya cek dan keseimbangan kelembagaan AS.
Dan dia mengambil inisiatif tergesa-gesa untuk bertemu Kim Jong Un (pemimpin Korea Utara), hal itu menunjukkan bahwa dia bukan seorang ideolog. Trump tahu seberapa jauh dia bisa melangkah. Dan hal yang sama terjadi dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Saya menghormati Presiden Xi Jinping dari Tiongkok. Dalam seluruh situasi ini, kepemimpinan Cina menunjukkan, bagaimana mereka adalah kekuatan global yang dapat diandalkan. Anda melihat cara Presiden Trump berperilaku; Anda melihat cara Presiden Xi Jinping bersikap. Sangat berbeda. Tantangan bagi Cina, cara mereka menangani Hong Kong dan Taiwan, dan saya pikir mereka baik-baik saja, mereka bersikap bijaksana. Cina adalah peradaban tua, mereka telah melewati masa berabad-abad dengan berbagai tantangan dan pengalaman, dan mereka akan menangani Hong Kong dan Taiwan dengan tidak akan ada intervensi perang atau militer oleh Cina.
Tetapi situasi di Hong Kong semakin buruk….
Orang-orang di Hong Kong, mereka juga tahu, bahwa Hong Kong adalah bagian dari Cina. Mereka tahu, kemakmuran mereka sendiri sangat bergantung pada Cina. Hong Kong menjadi semakin tidak penting bagi Cina dalam hal keuangannya. Tetapi juga otoritas Cina harus berbicara kepada orang-orang itu. Mereka adalah kelas menengah, mereka adalah pelajar dan kaum muda tetapi para pemrotes ini juga harus memahami bahwa Hong Kong adalah bagian dari Cina, itu adalah warisan dari Inggris dan memisahkan Cina ketika Hong Kong lemah dan tidak ada pemimpin Cina yang akan menyerahkan wilayah yang ada di sana. Kedua belah pihak harus terlibat dalam dialog. (Sumber : Deutsche Welle (DW) - detikNews)
TAG : internasional