RADARMEDAN.COM, JAKARTA - Kuasa hukum enam aktivis antikorupsi yang melaporkan indikasi korupsi (gratifikasi) penjualan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, Februari 2020 lalu mendesak KPK melakukan penyelidikan awal atas laporan disertai bukti permulaan yang cukup.
Raja Makaya Harahap, SH, salah satu kuasa mengatakan, enam aktivis didampingi kuasa hukum secara resmi melapor ke Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK disertai bukti permulaan yang cukup sebanyak 3 kali hasil konsultasi dengan Dumas KPK.
"KPK meminta tambahan bukti dan kami serahkan tanggal 24 Februari dan 20 Maret setelah laporan pengantar diregistrasi tanggal 13 Februari 2020. Semua alat bukti yang kami serahkan hampir 100 bukti dokumen dan sudah bisa dijadikan proses penyelidikan awal." kata Raja Makayasa, Selasa 21 April 2020.
Selain laporan ke KPK, secara informal, kata Raja, ke enam aktivis yang ia dampingi melapor ke Kantor Staf Presiden (KSP) melakukan komunikasi politik sehingga rapat terbatas Presiden membahas penyelesaian eks HGU PTPN II bisa digelar, Rabu 11 Maret 2020. Sebelumnya, ujar Raja, istana belum pernah membahas secara khusus persoalan sengketa lahan eks HGU PTPN II meski sudah hampir 20 tahun dalam masalah.
" KPK harus menangkap sinyal itu agar percepatan penyelesaian eks HGU dapat tuntas pertengahan 2020 untuk kepentingan rakyat, karena dalam Rancangan UU Ciptakerja Hak Guna Usaha menjadi 90 tahun dari sebelumnya 30 - an tahun. KPK jangan membiarkan bola panas kericuhan massal antara rakyat dengan PTPN II karena sengketa HGU." ujar Raja.
Namun, sambung Raja, ia menangkap kesan, rapat terbatas Presiden dan para menteri terkait termasuk Gubernur Sumut dan Wali Kota Medan, dimanfaatkan spekulan tanah untuk mempercepat proses jual beli lahan eks HGU PTPN II yang dibungkus dengan istilah Uang Ganti Rugi atau UGR dan Surat Perintah Pembayaran (SPP).
"Faktanya transaksi pembelian lahan eks HGU PTPN II untuk pembangunan sport center sebesar Rp 152 miliar dilakukan tertutup dan terbatas saat media tidak bisa mengakses perkembangan informasi akibat wabah corona. Itu satu bukti betapa spekulan tanah diduga mengatur badan usaha milik negara itu." ujar Raja.
Selain Raja, dua kuasa hukum lainnya yakni Rion Arios, SH dan Rahmad Yusup Simamora, SH, MH, berencana mengadu ke Dewan Pengawas KPK dan melakukan gugatan jika dalam perjalanan laporan pengaduan mereka akan dijadikan bahan supervisi pencegahan korupsi.
"Karena sejatinya senjata utama KPK adalah pemberantasan korupsi, bukan supervisi. Laporan kami bisa menjadi bukti apakah KPK masih sebagai lembaga penegak hukum yang dapat dipercaya atau sekedar ada. Masyarakat Sumut menunggu kesungguhan KPK." ujar Raja.
Dalam rapat terbatas, Rabu 11 Maret 2020, Presiden Jokowi meminta agar Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk mengeluarkan kebijakan pembekuan administrasi pertanahan terhadap tanah eks HGU PTPN II untuk menghindari spekulasi tanah.
"Sehingga tanah eks HGU PTPN II betul-betul dimiliki dan bisa dimanfaatkan rakyat berdasarkan daftar nominatif yang sudah ada atau inventarisasi dan verifikasi ulang oleh pemprov. Tolong betul-betul ada inventarisasi, verifikasi ulang," tutur Jokowi. (ss)/PE
TAG : hukum,nasional