RADARMEDAN.COM - Belum lama ini, kasus peretasan melalui WhatsApp kembali ramai menjadi perbincangan. Awalnya, Ketua Divisi Komunikasi Publik Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Imelda Sari mengaku akun WhatsAppnya diretas, Rabu (3/4) pagi.
Lepas tengah malam, perempuan ini mengaku tak bisa mengakses WhatsAppnya lagi dan ada permintaan dari Gmail untuk mengubah kata kunci.
Melihat kejadian tersebut, pengamat keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya mengungkap ada dua model peretasan, yakni pengkloningan atau pengambil-alihan akun.
Namun, melihat kejadia Imelda, Alfons berasumsi kemungkinan besar akun tersebut diambil alih.
"Kalau ambil alih akun WA sudah sering terjadi. Sebenarnya, fasilitas ini disediakan oleh WA kalau pengguna ingin berganti kartu dan pengamannya juga cukup baik," ujarnya seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (5/4).
Dia menjelaskan dari kartu baru tinggal menjalankan fitur ganti kartu dan akan ada SMS ke kartu lama sebagai TFA yang harus diklik. Setelah itu baru akun WhatsApp akan pindah ke nomor baru.
"Ini banyak digunakan penipu untuk mengambil alih akun WA dan melakukan scam," tambahnya.
Dia menegaskan pemilik akun WA harus menyetujui proses pemindahan akun. Sehingga pelakunya bisa siapa saja.
"Bisa musuh politik. Bisa peretas yang menyenangi pemilik akun dan juga bisa playing victims alias meretas sendiri lalu menyalahkan orang lain atas kesalahan sendiri karena tidak menjaga akun atau aset digital dengan baik," paparnya.
Alfons menegaskan jika dalam proses pembajakan, pemilik akun WA yang diincar tidak terpancing mengklik SMS persetujuan pemindahan akun, maka akun WA tidak akan berpindah.
"Maka saya bilang ini sebagian juga kesalahan pemilik akun WA yang dibajak," tegasnya.(CNN Indonesia/red)
TAG : teknologi,nasional