RADARMEDAN.COM, Tanah Karo - Para petani mulai mengeluhkan belum adanya ketetapan upah buruh tani (aron,red) di Kecamatan Merek, Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Hal ini tentunya membuat para petani kewalahan untuk membayar upah padahal sebelumya setiap desa sudah menetapkan upah buruhtani itu. Sebagai contah Desa Situnggaling yang menetapkan upah aron Rp 70 ribu perhari dengan catatan masuk kerja mulai pukul 08.00 sampai 17.00 WIB.
Salahsatu pengguna jasa aron, Tioman Saragih mengaku saat ini kesulitan menari pekerja jika hanya membayar upah Rp 70 ribu, namun sebagian petani memberikan upah diatas harga yang telah ditetapkan. Bahkan dirinya mendengar jika upah diberikan oleh petani lain jauh lebih tinggi dari harga yang telah ditetapkan oleh desa.
"Memang upah tetap dikasi Rp 70 ribu namun ada embel-embelnya, seperti tambahan minum susu atau bahasa lain puding sehingga banyak pekerja menerima upah ditas Rp 70 ribu sehari. Ini tentunya memberatkan para petani yang menggunakan jasa mereka bekerja diladang,"kata Tioman kepada RADARMEDAN.COM, Senin(13/5/2019).
Tioman yang disapa akrab Tio itu mengaku jika tidak ada service diberikan kepada aron, maka keesokan harinya para pekerja tersebut tidak mau lagi bekerja diladangnya dengan alasan sudah ada janji kerja diladang orang lain, padahal saat itu diketahui karena petani yang memakai tenaga kerja itu memberikan upah lebih.
"Kalau kita berikan upah standar maka bisa kita pastikan mereka keesokan harinya tidak akan mau lagi bekerja diladang kita. Karena petani lain memberikan upah yang lebih,"ujarnya.
Tio berharap adanya persamaan persepsi dan ketentuan jika pekerja keladang itu memiliki upah yang sama. Selain itu perlu ada aturan yang jelas seperti menyemprot jeruk dan memetik jeruk upahnya tidak sama. Hal ini bertujuan agar para pekerja tidak pilih bulu dalam melaksanakan pekerjaanya diladang para pemilik lahan.
"Saya dengar memang ada ketentuan gaji keladang itu berapa, namun sebagian yang memberikan lebih harus ada tindakan yang tegas juga, sehingga ada efek jera. Kalau nanti upah tidak sama, maka kita susah cari pekerja keladang. Sementara sebagian lagi yang sering memberikan upah lebih maka pekerja akan berlomba kesana," ujarnya.
Sementara salahsatu aron, Lina mengaku selama ini menerima upah hanya Rp 70 ribu sehari dan jika diberikan lebih karena bekerja diatas jam standar. Namun jika memetik jeruk memang upahnya lebih dan itu mereka terima ketika ada musim panen jeruk saja.
"Upah kami sehari 70 ribu, terkadang memang diberikan lebih karena kadang pulang sampai juam 18.00 WIB itu diberikan sebagai upah lembur. Jika memang ada pemilik ladang memberikan lebih itu hak mereka kamitidak pernah meminta karena kami juga tau aturan,"katanya.(Ronni)
TAG : tanah-karo,sumut,daerah