RADARMEDAN.COM - Keluarga almarhum Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus menuntut keadilan, meminta pelaku atau otak pembunuhan berencana dihukum seberat-beratnya.
Alamarhum adalah anggota TNI yang menjadi korban atas kekerasan yang diduga direncanakan oleh pimpinannya saat bertugas di Kesatuan Den ARH Rudal 004/Dumai, dan meregang nyawa pada 10 November 2018 di RSUD Dumai dihadapan ibunya.
Proses peradilan yang berlangsung di Peradilan Militer yang telah memutuskan menghukum tiga orang bersalah dalam kasus tersebut, dinilai tidak menjunjung nilai keadilan.
“Bagaimana ada korban meninggal dunia, tapi tidak ada yang dihukum atas tuduhan pembunuhan?” kata Kuasa Hukum korban, Poltak Silitonga, SH didampingi Ketua Umum DPP HBB Lamsiang Sitompul, SH.,MH kepada media, Senin (19/12/2022).
Menurutnya, kronologis proses meninggalnya Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus adalah korban penganiayaan.
“Kita duga, meninggalnya almarhum adalah pembunuhan berencana. Tapi kenapa malah putusan atas kasus ini tidak menyebutkan terdakwa sebagai pelaku pembunuhan berencana,” ujarnya.
Pengacara kondang itu, menyebutkan bahwa motif pembunuhan terhadap almarhum adalah sakit hati Komandan Den Rudal 004/Dumai yang saat itu dipimpin Mayor Arh Gede Henry Widyastana,S.IP.Ps yang kini bertugas sebagai Pabandyabinkar Spersdam Kasuari.
Untuk itulah, pihaknya meminta kepada Oditur Militer untuk merubah Dakwaan dengan menyertakan pasal Pembunuhan Berencana dan atau Pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 dan 338 KUHPidana jo Pasal 55 KUHPidana, Jo pasal 126 KUHPM jo Pasal 103 KUHPM.“Kita juga minta agar majelis hakim melakukan penahanan terhadap terdakwa.
"Bahkan menghukum seberat-beratnya terdakwa yang kita duga telah menyuruh bawahannya melakukan penganiayaan hingga hilangnya nyawa seseorang. Jelas melanggar pasal 340 jo 338 KUHPidana junto pasal 55 KUHPidana, jo Pasal 103 KUPM, jo Pasal 126 KUHPM,” ujarnya.
Poltak Silitonga,SH menyebutkan saat ini pihaknya melakukan upaya menuntut keadilan atas nama keluarga almarhum.
“Ada dasar kita menuntut kembali, dimana dalam putusan banding yang menetapkan Letda Yhonrotua Rajagukguk tidak dipecat dari kesatuan dikarenakan dalam persidangan dan putusan menyebutkan masih ada pejabat atau atasan yang bertanggungjawab atas peristiwa hilangnya nyawa anggota TNI tersebut.
"Dalam hal ini, pimpinannya adalah Dan Den Rudal 004/Dumai yang saat itu dijabat Mayor Arh Gede Henry Widyastana,S.IP.Ps,” ujarnya.
Poltak menyebutkan, penerapan pasal 131 KUHPM tidak maksimal, seharusnya menerapkan poin (4) yang menyebutkan ‘Jika Tindakan itu juga termasuk dalam suatu ketentuan hukum pidana umum yang lebih berat, maka ketentuan tersebut yang diterapkan’.
Sementara ini, lanjutnya, nyawa seseorang telah melayang.
“Sangat tidak tepat jika para pelaku tidak diberi hukuman seberat-beratnya," ujarnya.
Hal itu juga dikuatkan pasal 132 KUHPM yang menyebutkan ‘Militer, yang sengaja mengijinkan seseorang bawahan melakukan sesuatu kejahatan, atau yang menjadi saksi dari suatu kejahatan yang dilakukan oleh seseorang bawahan dengan sengaja tidak mengambil sesuatu ‘tindakan’ (maatregel) kekerasan yang diharuskan sesuai dengan kemampuannya terhadap pelaku tersebut, demi kepentingan perkara itu, diancam dengan pindana yang sama pada percobaannya.
Poltak selaku kuasa hukum keluarga almarhum yaitu ayahnya Kapt. Arh. Hulman Sitorus juga berharap agar pihaknya bisa mendapat keadilan yang seadil-adilnya dalam perkara tersebut.
"Pimpinan atau oknum yang telah melakukan kejahatan ini, kita minta untuk dipecat dari TNI, karena telah mencoreng nama baik TNI," ujarnya.
Menanggapi ketidakadilan ini, Lamsiang Sitompul mengatakan, bahwa pihaknya meminta Majelis Hakim yang menyidangkan perhara ini benar-benar menegakkan keadilan dengan seadil-adilnya.
“Kita juga minta agar yang terhormat Panglima TNI meminta maaf kepada keluarga almarhum. Mengembalikan nama baik almarhum,” ujarnya.Sebagai bentuk keprihatinannya, DPP HBB akan melaksanakan aksi di Pengadilan Tinggi Militer Jl. Ngumban Surbakti Medan bertepatan dengan sidang dengan terdakwa Mayor ARH. Gede Hendry dengan menghadirkan saksi-saksi.
Perkumpulan HBB akan melaksanakan aksi damai sebagai bentuk keprihatinan atas mandeknya penerapan hukuman kepada pelaku tindak kriminal di lingkungan TNI. Aksi akan dilakukan pada Selasa (20/12/2022) pukul 10.00 WIB.
Sebagaimana diketahui, almarhum Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus adalah lulusan tahun 2017 dan mengikuti Pendidikan di Rindam Siantar langsung masuk pendidikan kecabangan Arhanud di Malang Karang Ploso Pusdih Arhanud. Karirnya tidak berjalan mulus, Serda Wira meregang nyawa sejak 9 November 2018 pukul 18.00 WIB dan akhirnya meninggal dunia dihadapan ibundanya pada 10 November 2018 pukul 03.00 WIB di RSUD Dumai. Sejak ditempatkan di Den Arhanud Rudal 004/Dumai usai dilantik di Malang, Serda Wira beberapa kali melaporkan kondisinya kepada ibunya.
Tiba di Den Rudal Dumai malam hari disambut dengan anggota tentara rudal dengan pukulan seperti gerombolan karena ada yang berpakaian preman yang ikut memukuli. Kata anak saya setiap malam di pukuli, setelah kurang lebih 4 hari anak saya masuk satuan itu dia meminjam HP seniornya yang organik dan menelepon saya dengan nada menangis minta dipindahkan.
“Pak pindahkan Saya dari sini kejam kali orang ini memukuli saya sampai bibir saya pecah” Suami saya menjawab, ‘sabar nak tidak ada tentara membunuh anak temannya. Sabar ya nak jangan cengeng’ itulah jawaban suami saya kira-kira satu bulan anak saya menelpon lagi bahwa dia sering dipukulin dengan tentara yang mabuk, lalu anak saya tidak mau lagi memberitahu kami karena suami saya mengatakan jangan cengeng maka ditahan kan semua pemukulan yang dialaminya selama masa orientasi di dalam,” kisah ibu almarhum Boru Tambunan.
Pengalaman dinas almarhum berakhir sejak penutupan orientasi dibuka dan dilepas dari satuan rudal dan melanjutkan kegiaan di lapangan SMK Bukit Datuk, 8 November 2018.
Jatuh bangun Serda Wira mengikuti kegiatan mengerikan itu, akhirnya pingsan dan dinaikkan ke mobil ambulan. Namun disuruh diturunkan dan dipaksa ikut kegiatan. Bahkan para medis pun sudah mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa menjamin keselamatan pasiennya jika diturunkan dari ambulans. Tapi terus dipaksa. Kemudian Serda Wira berjalan dan pingsan tak sadarkan diri. Kemudian dilarikan ke Puskemas Bukit Kapur.
Pihak Den Rudal meminta kepada pihak Puskesmas untuk tidak memberitahu pihak keluarga.
“Sebenarnya, anak saya sudah tidak diperbolehkan ikut dalam kegiatan itu karena kesehatan. Tetapi tetap dipaksa harus ikut, dan ternyata pada pukul 09.00 WIB saat melintasi rintangan kanal sedalam dua meter anak saya tenggelam di dalam kanal karena kondisi fisik sudah menurun akibat dibantai malamnya oleh Serda L. Anak saya tenggelam dan terinjak temannya paling belakang lalu diangkat dinaikkan ke Benteng kanal dipompa dan disiram kemudian agak sadar sedikit dipaksalagi ikut kegiatan bukan dibawa ke rumah sakit malah dipaksa mengikuti kegiatan berikutnya,” katanya.
Akibat kasus ini dua anggota TNI yaitu Sertu Simson Candra Aritonang dan Serda Lulut Sapta Hendrawan dipecat dari TNI dan Letda Yhonrotua Rajagukguk melakukan banding dan hanya menjalani hukuman penjara dan Kembali bertugas. (TAp)/LS/PE
TAG : kriminal,sumut,hukum