RADARMEDAN.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama (Dirut) TVRI, Helmy Yahya (foto) mengungkapkan hak siar Liga 1 lebih mahal dari Liga Inggris.
Menurutnya, hak siar Liga Indonesia lebih mahal antara empat atau lima kali lipat dibandingkan Liga Inggris.
“Kalau ada yang bertanya, kenapa (TVRI) tidak membeli Liga Indonesia, hak siar Liga 1 lebih mahal dari Liga Inggris.
Liga Indonesia harganya empat kali atau lima kali lipat dari Liga Inggris,” kata Helmy.
Hal itu dikatakan Helmy dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/1).
Ia mengaku bersyukur TVRI dapat memegang hak siar Premier Inggris dengan harga yang sangat murah.
Menurutnya, TVRI hanya perlu membayar US$2 juta untuk mendapatkan sejumlah program Premier League.
Termasuk 76 pertandingan hingga sejumlah konten lainnya.
“Harganya US$3 juta, US$1 juta itu komitmen diambil iklannya. Kami cuma bayar US$2 juta dolar.
Kalau dihitung dapat 76 game, dapat preview, dapat highlight (selama) 1 jam (dalam) 38 minggu dapat after match 1 jam setelah match,” kata Helmy.
Ia pun menyebut Liga Inggris sebagai killer content bagi TVRI. Menurutnya, Liga Inggris menjadi pintu masuk masyarakat menyaksikan program TVRI lainnya.
“Liga Inggris bagi kami adalah killer content, sebuah showcase, sebuah etalase.
Orang melihatnya dan dia akan masuk lalu dia akan belanja program-program yang lain yaitu sosialisasi kami, pendidikan kami, dan sebagainya,” tutur Helmy.
Selain mendapat hak siar Liga Inggris, TVRI juga sempat mendapat kepercayaan menyiarkan laga internasional timnas sepak bola Indonesia.
TVRI pun mendapatkan kepercayaan dari Badminton World Federation (BWF) untuk menyiarkan sejumlah perhelatan bulutangkis dunia.
“Ini berbarengan dengan prestasi atlet indonesia yang membaik ada Minions (Kevin Sanjaya/Marcus Gideon), Jojo (Jonatan Christie), Anthony Ginting, atau Praveen Jordan.
Setiap kami tayangkan, rating dan share TVRI melompat,” ucap Helmy.
Terkait anggaran untuk membayar hak siar Liga Premier Inggris, Helmy menuturkan, bisa menggunakan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) TVRI.
Menurutnya, PNBP TVRI sangat mencukupi untuk membiayai hak siar Liga Inggris.
“Apakah konyol kami dengan PNBP, tidak. PNBP TVRI itu sekitar Rp150 miliar, kami boleh ambil Rp120 miliar.
Kalau hanya akan bayar Liga Inggris seharga US$2 juta atau Rp28 miliar kecil, itu pasti kami bisa bayar,” terangnya.
Lebih jauh, Helmy membantah bahwa TVRI mengalami gagal bayar seperti yang dialami PT Asuransi Jiwasraya.
Menurutnya, peristiwa yang dialami TVRI hanya tunda bayar dan hal tersebut wajar dalam proses bisnis.
“Kalau dianggap kami gagal bayar seperti Jiwasraya, masya Allah, sungguh dua perbandingan yang sangat berbeda. Jiwasraya itu gagal bayar, kami tunda bayar,” ucap Helmy.
Beban Anggaran
Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) TVRI mempermasalahkan beban anggaran program Liga Inggris senilai US$9 juta, jadi salah satu alasan memecat Helmy.
Juru Bicara Dewas TVRI Dwiheri Sulistiawan mengatakan beban anggaran tersebut menjadi masalah karena tidak sesuai pernyataan Helmy yang menyatakan penayangan program Liga Inggris bersifat barter.
“Penjelasan awal Dirut menyampaikan bahwa Liga Inggris itu sistemnya adalah barter.
Sehingga dengan barter itu TVRI diuntungkan dengan tidak mengeluarkan sepeser pun uang,” kata Dwiheri, Senin (27/1).
Mengetahui ketidaksesuaian janji dengan kenyataan tersebut, lanjutnya, Dewas TVRI langsung menegur Helmy dan meminta kontrak serta dokumen perjanjian program Premier League.
Menurutnya, berdasarkan dokumen yang baru diserahkan Helmy pada 5 Desember 2019 diketahui bahwa terdapat beban anggaran sebesar US$9 juta untuk kontrak hak siar selama tiga musim, mulai dari 2019 hingga 2022. (m42/cnni)/PE
TAG : olahraga