RADARMEDAN.COM, JAKARTA - Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) meminta pemerintah segera mengundang lembaga-lembaga keagamaan untuk merevisi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Rumah Ibadah. Pasalnya, peraturan tersebut justru menjadi alat kelompok intoleran untuk melarang pembangunan rumah ibadah di berbagai daerah.
"Pemerintah melalui Menkopolhukam, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri harus segera mengundang lembaga-lembaga keagamaan untuk mengevaluasi dan merevisi peraturan tentang rumah ibadah ini, sehingga ke depannya setiap pemeluk agama dari latar belakang agama manapun dapat beribadah dengan bebas tanpa mendapat gangguan dan intimidasi dari kelompok-kelompok intoleran," ujar Sekretaris Umum DPP GAMKI, Sahat Martin Philip Sinurat, di Salemba, Jakarta, Jumat (28/2/2020).
Sahat mengakui bahwa selama beberapa minggu ini DPP GAMKI telah dihubungi oleh beberapa gereja dari berbagai daerah di Indonesia. Pihak gereja mengeluhkan sulitnya membangun rumah ibadah ataupun beribadah di rumah ibadah karena mendapatkan penolakan dari ormas-ormas intoleran.
"GAMKI saat ini masih menelusuri laporan-laporan ini dan jika sudah mendapat informasi yang lebih lengkap dan sesuai fakta akan mengungkapkannya ke publik. Peraturan Bersama Menteri menjadi salah pemicunya," tandas Sahat.
Sahat juga menegaskan GAMKI mendukung penuh kepolisian melalui kabareskrim untuk menindak tegas para provokator dan pelaku intoleran baik di daerah yang persoalannya sudah terungkap di publik seperti Karimun dan Minahasa Utara, ataupun di daerah-daerah lainnya. Penindakan terhadap provokator dan pelaku intoleran, kata dia akan menunjukkan bahwa negara bersikap adil, berdiri di atas semua golongan, serta melindungi hak beribadah setiap rakyat Indonesia.
"Selain itu hukuman bagi provokator ini akan memberikan efek jera bagi kelompok intoleran di daerah lainnya di Indonesia," ungkap Sahat.
Sahat memberikan catatan bahwa beberapa kepolisian di daerah justru permisif dengan tindakan intoleran. Menurut dia, ada oknum-oknum polisi di daerah yang malah membiarkan para pelaku intoleran melaksanakan aksi-aksi diskriminatif. Bahkan seperti yang terjadi di Karimun, Kepulauan Riau ataupun di Sumatera Barat, pihak yang dirugikan justru yang diperiksa oleh kepolisian untuk diminta keterangan.
"Padahal seharusnya kelompok intoleran yang diburu dan diperiksa oleh pihak kepolisian. Oknum-oknum kepolisian di daerah yang membiarkan tindakan intoleran harus mendapatkan peringatan bahkan sanksi dari Mabes Polri," tegas Sahat yang juga merupakan Ketua Bidang Pemuda dan Milenial Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) ini. (Beritasatu)/PE
TAG : nasional,komunitas