RADARMEDAN.COM - Produksi sampah di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 67 juta ton. Hampir seluruh jumlah sampah merupakan jenis sampah plastik. Perlu upaya untuk mengendalikan jumlah sampah yang dihasilkan. Sampah yang menumpuk karena sulit untuk terdegradasi dapat berakibat pada kerusakan lingkungan. Penguraian sampah dengan cara dibakar, akan menghasilkan senyawa dioksin yang berbahaya bagi kesehatan, dimana dapat sebagai zat pemicu kanker.
Selain itu biasanya hal yang biasanya dilakukan dalam penanganan sampah ialah dengan menimbun sampah pada suatu area yang luas, dimana dengan menimbun sampah dapat menjadikan lingkungan kotor, kumuh dan tanah mengalami kerusakan dan kehilangan produktivitasnya dan juga berdampak pada tercemarnya air tanah. Pengendalian sampah selain membakar dan menimbun, hal yang dilakukan ialah dengan membuang sampah ke lautan yang berdampak buruk pada ekosistem laut.
Akhir-akhir ini pemerintah melakukan tindakan penanganan sampah dengan membatasi penggunaan plastik bahkan melakukan larangan penggunaan kantong plastik. Hal tersebut telah dilakukan di beberapa kota-kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung dan Bali , melalui surat edaran peraturan menghimbau agar membatasi penggunaan plastik sekali pakai, mendaur ulang sampah plastik, menghindari penggunaan bahan stirofoam serta bahan plastik untuk wadah atau kemasan, dan menggunakan kantong plastik ramah lingkungan.
Salah satu anjuran penggunaan kantong plastik ramah lingkungan dapat dilakukan dengan pemanfaatan bioplastik. Bioplastik merupakan kemasan ramah lingkungan karena bersumber dari bahan polimer alami yang dapat diperbarui, seperti pati yang berasal dari jagung dan kentang, selulosa dan lemak. Selain itu bioplastic dapat dengan mudah terdegradasi baik dengan mikroorganisme dalam waktu singkat dan juga kondisi lingkungan.
Bioplastik dalam aturan Standar Eropa harus rusak dalam kurun waktu kurang dari 6 bulam. Waktu tersebut jauh lebih singkat jika dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan plastik konvensional untuk terurai. Waktu yang dibutuhkan plastik konvensional untuk terurai mencapai 10 hingga 20 tahun, bahkan dari beberapa jenis plastik tidak dapat teruai, sehingga terjadi penumpukan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Tanaman pangan sebagai sumber pati dan selulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioplastik, untuk mengatasi permasalahan lingkungan akibat penumpukan plastik konvensional. Beberapa penelitian yang telah dilakukan banyak melaporkan bahwa sumber pati yang dimanfaatkan sebagai bioplastik dapat berasal dari pati singkong, jagung, tebu, kentang, sorgum, sagu, beras, ubi jalar dan talas. Pati diperoleh dari bahan yang mengandung karbohidrat.
Selain pati, selulosa merupakan biopolimer alami yang dapat digunakan sebagai bahan bioplastik. Kadar selulosa yang tinggi terdapat pada jerami yang diperoleh dari limbah hasil produksi padi. Sumber selulosa lainnya dapat diperoleh dari serat buah dan daun nanas, rumput laut, ampas tebu, kulit durian, tandan kelapa sawit, dan kulit jagung yang diformulasikan dengan bahan tambahan lainnya untuk membuat bioplastik.
Pada pembuatan bioplastik, selain bahan berupa pati atau selulosa dibutuhkan bahan tambahan berupa plastisizer untuk menjadikan plastik memiliki sifat elastis dan lentur. Jenis plastisizer yang biasa digunakan berupa gliserol dan sorbitol. Dalam persiapan pembuatan bioplastic membutuhkan formulasi dari beberapa bahan juga seperti asam sitrat, kitosan dan etanol sebagai pelarut biomassa berupa pati atau selulosa.
Formulasi bahan dalam pembuatan bioplastic telah banyak dilakukan dalam skala lab, untuk memperoleh bioplastik yang memiliki karakteristik mirip seperti plastik konvensional. Pada pembuatan bioplastik dalam skala industri hal yang perlu diperhatikan adalah prinsip pembuatan bioplastic yang sesuai, ketersediaan bahan baku dan permintaan terhadap produk bioplastik. Dengan kemajuan di bidang teknologi, bukan hal yang sulit untuk menghasilkan bioplastik sebagai pengganti plastik konvensional. (red /PR)
Penulis : Sri Madiarti Sipayung- Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Pangan, IPB
TAG : gaya-hidup,teknologi,nasional