RADARMEDAN.COM - Gaya hidup tradisional pada era millennial bukanlah sesuatu yang
bertolak belakang. Dua hal tersebut justru menjadi kolaborasi di dalam
kehidupan berbudaya yang berkembang saat ini. ''Era millenial dan gaya
hidup tradisional bukan hal yang bertabrakan. Tapi berkolaborasi. Namun
saya garis bawahi, elemen dari sisi tradisional mana yang mau dilihat.
Tergantung, manakah yang tradisional itu, mana yang millennial itu,''
ujar Peneliti Sosiologi dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas
Dian Nuswantoro (Udinus), Andy Bangkit Setiawan PhD dalam diskusi Peer
To Peer bertema "Life Style Tradisional di Era Millenial: Ok Kah ?", di
Hotel Ciputra, belum lama ini.
Menurut dia, selama ini masyarakat berpandangan tradisional selalu
tentang fisik. Ia mencontohkan, pandangan tentang memakai baju adat,
hingga meminum jamu dianggap kuno. Padahal, tradisional yang harus
dilihat adalah esensi, dan manfaat apa untuk kehidupan. Misalnya,
meminum jamu adalah hal yang biasa diaplikasikan untuk pola hidup sehat.
Charles Ongkowijoyo Hadiningrat atau akrab dikenal Charles Saerang,
pakar jamu yang merupakan generasi ketiga dari pendiri pabrik jamu
Nyonya Meneer meluruskan beberapa hal terkait jamu sebagai minuman
tradisional. ''Orang-orang asing itu cinta produk lokal kita (jamu).
Nama-nama jamu ini tidak bisa hilang dari kehidupan kita orang
Indonesia. Jamu tidak kuno, karena itu minuman kesehatan biasa seperti
lainnya. Namun bagaimana pengemasan dan penyajian jamu itu agar bisa
berkembang mengikuti zaman,'' tandas Charles.
Temulawak Late
Saat ini, pihaknya mengembangkan minuman temulawak latte. Sebuah
inovasi yang mengesankan temulawak bukanlah jamu dalam konteks
tradisional, melainkan minuman kesehatan yang bisa dinikmati
sehari-hari. ''Sekarang orang asing banyak yang tinggal di Indonesia.
Saya menemui peramu jamu hebat, dia orang Perancis. Dia benar benar
meramu jamu dengan gaya Perancis untuk dinikmati sesuai selera orang
Perancis. Nah kita ini harus segera inovasi, karena ini (jamu) produk
budaya milik kita,'' imbuhnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Indriyasari
menjelaskan pemerintah tidak akan ketinggalan mengunggulkan
konten-konten tradisional dari setiap daerah. Arahnya, bahwa tradisional
adalah daya tarik pariwisata yang menghasilkan nilai ekonomi
masyarakat. ''Konsep tradisionalnya macam-macam, tergantung keunggulan
kearifan lokal yang dipunyai kampung-kampung di Semarang.
Seperti pada program Kampung Tematik yang dicanangkan sejak 2016. Ada
kampung jamu. Dari gaya hidup, sekarang sudah berkembang kafe yang
menyediakan makanan dan minuman berbahan dasar laiknya jenis-jenis
tanaman untuk jamu.(Suaramerdeka)
TAG : gaya-hidup