RADARMEDAN.COM - Majelis hakim diketuai As'ad Rahim Lubis menghukum M Syahrial selama 2 tahun penjara. Wali Kota Tanjungbalai Nonaktif ini, terbukti bersalah menyuap penyidik KPK sebesar Rp1,6 miliar.
Majelis hakim yang diketuai As'ad Rahim Lubis dalam amar putusannya menyatakan, terdakwa M Syahrial telah memenuhi unsur bersalah sebagaimana Pasal 5 ayat (1) huruf b UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
"Mengadili, menjatuhkan terdakwa M Syahrial oleh karenanya dengan pidana penjara selama 2 tahun denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan," ujarnya dalam sidang virtual di Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (20/9).
Selain itu, majelis hakim juga menolak justice collaborator yang diajukan terdakwa M Syahrial.
Majelis hakim dalam pertimbangan menilai, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
"Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dan menyesali perbuatannya," kata As'ad.
Atas putusan tersebut, majelis hakim memberikan waktu 7 hari kepada penasihat hukum terdakwa maupun tim jaksa KPK, untuk menyatakan terima atau banding. Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yang semula menuntut terdakwa selama 3 tahun penjara denda Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan.
Diketahui, perbuatan terdakwa berawal sekitar bulan Oktober tahun 2020, dimana Wali Kota Tanjungbalai yang juga merupakan kader Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut, berkunjung ke rumah dinas Muhammad Azis Syamsudin selaku Wakil Ketua DPR RI yang juga merupakan petinggi Partai Golkar
Pada pertemuan itu, terdakwa dan Azis Syamsudin membicarakan mengenai Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Pilkada) yang akan diikuti oleh terdakwa di Kota Tanjungbalai, lalu Azis Syamsudin menyampaikan kepada terdakwa akan mengenalkan dengan seseorang yang dapat membantu memantau dalam proses keikutsertaan terdakwa dalam Pilkada tersebut.
Setelah terdakwa setuju, kemudian Azis Syamsudin mengenalkan Stepanus Robinson Pattuju yang merupakan seorang penyidik KPK kepada terdakwa.
Dalam perkenalan itu, terdakwa menyampaikan kepada Stepanus Robinson Pattuju akan mengikuti Pilkada periode kedua Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2026. Namun, ada informasi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pekerjaan di Tanjungbalai dan informasi perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang sedang ditangani oleh KPK.
Sehingga terdakwa meminta Stepanus Robinson Pattuju supaya membantu tidak menaikkan proses Penyelidikan perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang melibatkan terdakwa ke tingkat Penyidikan agar proses Pilkada yang akan diikuti oleh terdakwa tidak bermasalah.
Atas permintaan terdakwa tersebut, Stepanus Robinson Pattuju bersedia membantu dan saling bertukar nomor telepon. Kemudian, Stepanus Robinson Pattuju menelpon rekannya Maskur Husain seorang advokat.
Dia menyampaikan persoalan yang diadukan terdakwa kepada Maskur. Maskur yang seorang advokat itu menyanggupi untuk membantu pengurusan perkara tersebut asalkan ada dananya sebesar Rp1,5 miliar. Permintaan ini ini disetujui Stepanus Robinson Pattuju untuk disampaikan kepada terdakwa.
Singkat cerita, terdakwa kemudian menyanggupi permintaan ini dan mengirimkan uang itu secara bertahap melalui rekening Riefka Amalia. Total pengiriman melalui rekening itu mencapai Rp1.475.000.000.
Bahwa selain pemberian uang secara transfer yang dilakukan oleh terdakwa tersebut di atas, terdakwa pada tanggal 25 Desember 2020 berlanjut menyerahkan uang tunai kepada Stepanus sejumlah Rp210.000.000.
Kemudian pada awal Maret 2021, terdakwa juga menyerahkan sejumlah Rp10.000.000,00 di Bandara Kualanamu Medan. Sehingga jumlah seluruhnya Rp1.695.000.000.(KBRN)/PE
TAG : sumut,hukum