RADARMEDAN.COM - Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menganggarkan ataumengucurkan uang sebanyak Rp 5 miliar untuk menangani wabah virus hog cholera yang menyebabkan kematian puluhan ribu ekor babi di wilayah Sumatera Utara.
Adapun anggaran sebesar itu diperuntukkan penanganan penyebaran virus, memberikan vaksin, membentuk pos memantau hewan jenis babi yang datang maupun keluar dari Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, uang itu juga untuk membantu evakuasi ternak babi yang mati, siapkan ekskavator dan siapkan personel untuk membantu peternak.
Menurut data, ada 17 daerah di Sumatera Utara yang terserang virus hog cholera, daerah itu adalah Kabupaten Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Karo, Toba Samosir (Tobasa), Serdang Bedagai, Tapanuli Utara (Taput), Tapanuli Tengah (Tapteng), Tapanuli Selatan (Tapsel), Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Mandailing Natal (Madina). Selain itu, Kota Medan, Tebing Tinggi dan Kota Pematangsiantar.
Dari 17 daerah itu, yang paling banyak mengalami kematian ternak babi adalah Kabupaten Deli Serdang, dengan angka kematian 7.307 ekor. Lalu disusul Dairi 7.192 ekor, Taput 4.319 ekor, Tobasa 2.983 ekor, Karo 1.934 ekor, Serdang Bedagai 1.480 ekor, Tapsel 1.382 ekor, Humbang Hasundutan 1.169 ekor.
Kemudian, Simalungun 528 ekor, Pakpak Bharat 414 ekor, Tapteng 173 ekor, Samosir 101 ekor, Tebing Tinggi 80 ekor, Langkat 65 ekor, Medan 50 ekor, Pematang Siantar 40 ekor dan Mandailing Natal 6 ekor. Jumlah ternak yang mati ada sekitar 29.223 ekor.
"Sampai hari ini kita dari pemerintah dan instansi terkait berupaya menangani banyaknya babi yang mati, terutama bagaimana cara mengevakuasi atau menguburnya," ucap Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, seusai kegiatan apel gelar pasukan, pengamanan Natal dan Tahun Baru, di Lapangan Benteng, Medan, Kamis (19/12/2019).
Selain itu, kata dia, pihaknya sudah melakukan atau membentuk pos, supaya babi yang ada di kandang tidak keluar, babi yang ada di luar daerah provinsi tidak ke dalam. Kemudian membentuk pos pembantu rakyat, untuk babi yang mati, menyiapkan ekskavator sehingga babi yang mati tidak dibuang di sembaranag tempat.
"Anggaran yang disiapkan sementara Rp 5 miliar untuk penanganan," katanya.
Namun, anggaran sebesar itu belum termasuk untuk melakukan pemusnahan babi yang mati, karena kalau dipakai untuk itu. Maka akan menelan anggaran yang lebih besar.
"Anggaran itu belum masuk untuk pemusnahan, kalau untuk pemusnahan, mana ada dana, coba saja dihitung, biaya pemusnahan Rp 3 juta kali satu ekor babi, jadi berapa, jadi anggaran itu untuk patroli, pos menutup jalan keluar dan masuk babi dari dalam maupun keluar daerah. Kemudian kita menyiapkan personil dalam membantu masyarakat untuk mengubur babi yang mati," ucap Edy.
Sampai saat ini, data yang diterima Edy dari Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan, mencapai 29.223 ekor babi yang mengalami kematian karena virus hog cholera. Itu bisa disebut demam babi Afrika.
"Sumut terkena demam babi Afrika, itu hog cholera dan terjangkit kepada khususnya babi. Belum ada kepada hewan lainnya, termasuk dengan manusia. Jadi, kalau kita berlakukan itu menjadi wabah nasional, contohnya, negara China saja 20 tahun tidak boleh melihara babi, kita belum melakukan itu, jadi kita cegah dengan vaksin yang ada dibantu pemerintah agar bisa selesai masalah babi. Kita selesaikan wabah itu. Mohon juga kepada peternak babi, agar tidak membuang bangkai babi di sembarang tempat," tandas Edy.(tagar.id/PR)
TAG : sumut,kesehatan