RADARMEDAN.COM - Suasana tenang, nyaman dan tenteram adalah harapan setiap orang. Kondisi mudah serta tidak banyak hiruk-pikuk yang hingar-bingar, juga tempat peristirahatan menjadi impian yang didamba-damba.
Kehidupan di desa berbeda dengan fenomena di perkotaan yang sudah lebih majemuk dan tingkat kemajuan baik ekonomi, sosial dan teknologi yang melebihi pedesaan. Kondisi alam yang asri dan kehidupan yang belum banyak tersentuh manusia menjadi ciri lain pedesaan dibanding perkotaan mana pun.
Maka desa sering menjadi primadona banyak orang untuk ditinggali, bagi sebagian lagi menjadikan desa sebagai tujuan untuk melepas berbagai kepenatan katanya, istilahnya "healing"; mengobati berbagai hasrat yang dirasa tidak tercipta di suasana perkotaan.
Namun disadari atau tidak, setiap kehidupan ada tantangan dan kelebihan masing-masing. Tidak ada kehidupan tanpa ada rintangan dalam hidupnya. Artinya, setiap orang baik yang tinggal di kota maupun juga orang desa memiliki tantangan atau cobaan hidup. Bahkan, tidak jarang, cobaan hidup di kampung dirasa banyak yang dirasa kurang cocok untuk hidup di sana sehingga lantaran berbagai alasan berpindah ke kota, begitu pun sebaliknya.
Terdapat suatu kondisi yang sering kali terjadi di desa yang jarang terjadi di kota, khususnya sebagaimana pengalaman pribadi penulis, namun dipandang sebagai pengaruh cara dan bentuk (produk) manusia-manusia perkotaan. Sebagian kecil mungkin dari manusia-manusia kota yang menyebut produk kreativitas dan oleh masyarakat desa berperan sebagai konsumen.
Cara hidup yang beragam seperti berkelompok-kelompok atau individual mungkin tidak begitu tampak dalam masyarakat desa yang masih mengedepankan kebersamaan. Namun beberapa produk perkotaan yang bagi sebagian disebut sebagai bentuk kreativitas nyatanya dinikmati sebagian masyarakat desa, sayangnya negatif dan cenderung berlebihan.
Sebagai contoh musik. Musik yang diproduksi di kota baik berupa kaset (CD), flashdisk, maupun menggunakan alat handphone dengan menggunakan speaker sebagai medianya dapat terdengar hingga kemana-mana. Jika di perkotaan, musik sudah diproduksi oleh orang-orang di tempat-tempat tertentu seperti kafe, pasar, dan oleh pengamen di jalan-jalan, mungkin bagi sebagian banyak desa masih menggunakan cara tersebut yaitu memutar musik dengan alat pengeras suara.
Bedanya, jika bagi sebagian masyarakat kota menjadikan musik sebagai daya tarik untuk suatu kepentingan seperti menarik pelanggan kafe, atau mengamen, bagi sebagian masyarakat desa tersebut menjadikan musik sebagai konsumsi berupa hiburan dan dijadikan sebagai peneguh eksistensi terhadap yang lain, sehingga tidak jarang bagi sebagian lain lagi tersebut merasa terganggu dengan suara keras atau pilihan musik/lagu yang diputar.
Kondisi ini dalam kontrol tertentu masih dapat dimaklumi. Namun pada kondisi tertentu saat dirasa begitu mengusik, maka kreativitas pun terpancing untuk suatu kondisi positif juga. Sebagai contoh, kondisi demikian ditangkal dengan berbagai aktivitas positif. Tidak dengan sikap kontraproduktif, semisal kesadaran akan hidup bersama-sama secara kondusif dan toleran juga teguran justru menjadi potensi masalah lain yang belum siap lagi, maka produktivitas kegiatan positif menjadi pilihan terbaik.
Mengulas desa sebagai kampung halaman senantiasa mengingatkan sesiapa saja menjadi rindu dengan kampungnya dan ingin berkontribusi nyata. Selain itu, sebagai tempat di mana sanak keluarga dan handai taulan tinggal menjadikan setiap orang kampung di manapun sedang berada muncul rasa setidaknya hendak menjaga kebersatuannya.
Gambaran desa, bagaimana pun perubahannya dan hal yang telah dilewati tetap menjadi tempat yang tercinta. Perasaan ini mengingatkan penulis pribadi pada suatu lirik lagu kebangsaan yang pada suatu kesempatan juga dinyanyikan ayah penulis pribadi menjelang tidur kala itu. Berikut penggalan lagu kebangsaan berjudul Desaku. Diharapkan dapat mengingatkan pembaca kembali akan maknanya dan agar dapat menjaga persatuan kehidupan di desa dan tidak mudah bercerai.
"Desaku yang tercinta, pujaan hatiku
Tempat ayah dan bunda, dan handai taulan ku...
Tak mudah ku lupakan, tak mudah bercerai
Selalu kurindukan, desaku yang permai"
(Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil. *Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera)/pe
TAG : opini,sekitar-kita