Keterangan Gambar : Polisi menutup lokasi penembakan masal di Kota Christchurch, Selandia Baru. (AP Photo/Mark Baker)
RADARMEDAN.COM - Damai, adalah satu kata yang tepat untuk menggambarkan Selandia Baru. Sayang, penembakan masal yang terjadi di dua mesjid di pusat kota Christchurch sedikitnya melunturkan kata 'damai' yang kerap tersemat di negara itu.
Hingga saat ini, pihak kepolisian setempat menyebut, penembakan yang terjadi di Masjid Al-Noor dan Masjid Linwood merenggut 49 nyawa.
Tak ayal, insiden ini dikecam oleh banyak pihak. Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern bahkan menyebut bahwa Jumat (15/3) adalah salah satu hari paling menyedihkan buat tanah airnya.
Insiden ini menuai tanda tanya. Pasalnya, aksi teror terjadi di negara yang punya gelar sebagai negara paling damai di dunia. Data dari Global Peace Index 2018 menempatkan Selandia Baru di posisi kedua sebagai negara terdamai setelah Islandia.
Lihat juga: Imigran Muslim Disalahkan dalam Penembakan Selandia Baru
Selandia Baru memiliki skor 1.192. Tak berubah sejak tahun yang lalu. Posisi Selandia Baru diikuti oleh Australia, Portugal, dan Denmark.
Selandia Baru juga harusnya cukup berbangga lantaran masuk dalam daftar lima teratas negara dengan tingkat keamanan tertinggi. Negara ini duduk di urutan kelima setelah Islandia, Norwegia, Denmark, dan Singapura.
Mengutip New Zealand Herald, insiden penembakan ini menjadi pembantaian terburuk di Selandia Baru selama kurang lebih sejak 76 tahun silam. Media itu mencatat bahwa apa yang terjadi di kedua masjid sama buruknya dengan pembunuhan masal pada tahun 1943 silam.
Insiden kali ini juga memakan jumlah korban terbanyak di antara serangan teror yang terjadi di Australia dan Selandia Baru.
Pada tahun 2014, misalnya, hanya ada dua orang yang tewas dalam penyanderaan di Sydney. Selanjutnya, tiga orang tewas dalam aksi penikaman di Melbourne pada November 2018 lalu.
Sebagaimana diketahui, sebuah aksi teror menyerang dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Pelaku yang diketahui bernama Brendon Tarrant ini menembaki warga yang tengah berada di masjid.
Motif di balik aksi ini berkisar tentang teori konspirasi populer tentang bagaimana orang kulit putih Eropa sengaja digantikan oleh imigran non-kulit putih sebagaimana disebutkan dalam manifesto berjudul "The Great Replacement" yang dirilis sebelum aksi dilancarkan.
Mengutip AFP, manifesto itu mengambil inspirasi dari para ekstremis sayap kanan lainnya. Termasuk di antaranya pembunuhan rasial di Norwegia yang merenggut 77 nyawa pada 2011 lalu yang termotivasi oleh kebencian pelaku terhadap multikulturalisme.
Senator sayap kanan Selandia Baru, Fraser Aning, menyalahkan kaum imigran Muslim yang berdatangan ke negaranya.
"Penyebab pertumpahan darah di Christchurch adalah program imigrasi yang memungkinkan kaum fanatik Muslim untuk bermigrasi ke Selandia Baru," kata Anning mengutip Washington Post.
Namun, pandangan itu dibantah keras oleh Perdana Menteri Australia, Scott Morrison. Baginya, pandangan Anning tak pantas di Australia dan Selandia Baru.
"Selandia Baru, seperti Australia, adalah rumah bagi orang-orang dari semua agama, budaya, dan latar belakang. Sama sekali tidak ada tempat di kedua negara ini untuk kebencian dan intoleransi," kata Morrison.(CNN Indonesia)
TAG : internasional