RADARMEDAN.COM, BINJAI - Pungutan Liar (Pungli) yang selama ini terjadi di lingkungan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Binjai, yang mana pungli ini menjadi sebuah kejahatan yang terselubung kembali menguap ke permukaan.
Jika sebelumnya sang Kepala Disdukcapil Kota Binjai Tobertina Sitepu berkilah dan membela diri untuk tidak mengatakan adanya pungli itu, sepertinya kali ini ia tak lagi bisa ‘ngeles’. Pasalnya, persoalan yang menyangkut indikasi pidana ini kembali mencuat ke publik saat 3 orang wanita bekas pegawai honorer yang di pecat sepihak oleh Kadisdukcapil Binjai, sengaja mendatangi kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumut di Jl. Sei Besitang, Medan, untuk melaporkan dugaan praktik pungli di tempat mereka bekerja sebelumnya, Senin (6/7/2020).
Ketiga mantan honorer yang terpecat sepihak itu adalah Sri Siswati Purba, Syafrida Musriani dan Tri Etyasah. Di hadapan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, ketiga wanita tersebut, secara blak-blakan mengungkapkan kejahatan tersebut yang terselubung dan masiv itu.
Pantauan di Kantor Ombudsman, kedatangan mereka awalnya ketiga wanita tersebut melaporkan tentang perlakuan yang mereka terima terkait pemecatan sepihak oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Binjai, Tobertina Sitepu.
“Awalnya ada salah satu warga yang posting di media sosial bahwa jam 9 pagi kantor Disdukcapil kosong, belum ada pelayanan. Intinya postingan tersebut seperti ingin menjatuhkan disdukcapil. Akibatnya rekan kami Ida (Syafrida Musriani) di rumahkan, dikait-kaitkan dengan postingan tersebut,” beber Sri Suswati Purba.
Kemudian, pada saat bulan Ramadan lalu, Sri bersama kedua rekannya berkumpul untuk buka puasa bersama. Di kesempatan itu, mereka sempat membahas tentang nasib honorer yang belum gajian. Ternyata pembahasan itu sampai ke telinga Kepala Dinas, hingga akhirnya mereka dirumahkan tanpa alasan jelas.
Paparan Sri pun meluas hingga menyangkut praktik pungli di Disdukcapil yang diakuinya sangat diketahuinya. Apalagi dirinya memang berada di dalam lingkungan tersebut. Kata dia, ada berbagai pihak yang terlibat dalam praktik calo (Pungli) di Disdukcapil Binjai. Tak hanya sebatas honorer dan sipil, namun juga melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Dara Puspita Tarigan (Kasi Informasi Data), Yani Leo (Kasi Mutasi) Aminuddin (honorer) dan Elisnawati (Kasubag Kepegawaian)itu beberapa calo di sana. Berkas dari luar banyak yang masuk melalui mereka,” ungkapnya.
Dikatakan Sri, untuk biaya yang di tentukan oleh kepala dinas cukup variatif. Misalnya pengurusan dokumen administrasi kependudukan sebesar Rp50.000, untuk e-KTP Rp10.000, untuk KK Rp 25.000 untuk KK dan surat pindah, akte Kawin Rp100.000- 200.000. Sedangkan akte kelahiran Rp20.000.
“Semua harusnya gratis, tapi itu harga yang dipatokkan, kalau masyarakat mau urus sendiri tetap boleh, tanpa biaya, tapi berkasnya lama selesai. Harga itu untuk di dalam, calon gak tahu minta harga berapa ke masyarakat,” tuturnya.
“Uang hasil pungli dikumpulkan oleh Putri Alfiani (honorer) untuk selanjutnya disetorkan kepada Sella (CPNS),” imbuhnya.
Uang hasil pungli, sambungnya, digunakan untuk kepentingan kepala dinas dan Elisnawatilah yang menjemput berkas ke kepala lingkungan.
“Sampai uang untuk beli cincin anaknya diambil dari sana,” ujarnya dengan lantang
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar, terkejut dengan modus praktik pungli di Disdukcapil Binjai. Ia menyayangkan peristiwa tersebut masih terjadi.
“Kalau mau dilaporkan lengkapi berkasnya, syarat formil dan materil harus dipenuhi. Untuk pungli memang harus korban dari pungli yang melapor,” tuturnya.
Terkait hal ini, Kepala Disdukcapil Kota Binjai, Tobertina Sitepu belum merespon konfirmasi yang disampaikan team wartawan Kota Binjai. (Rahmad/PR)
TAG : unik,sekitar-kita