RADARMEDAN.COM - Pada Agustus 2018 lalu, Gregor Robertson, kolumnis The Times, berkunjung ke kota Turin, Italia. Mantan pemain sepak bola profesional itu memang terbiasa berkunjung dari kota ke kota di luar kota yang menjadi markas tim-tim Premier League untuk memberitakan hal-hal menarik yang terjadi di kota tersebut.
Tentu saja ia menulis berita tentang sepak bola. Dan di Turin, Robertson hanya membidik satu orang untuk menjadi sumber beritanya: Cristiano Ronaldo.
Robertson ingin tahu bagaimana tanggapan orang-orang Turin terhadap kedatangan Ronaldo, yang saat itu berstatus pemain anyar Juventus. Sebelumnya, karena Juventus adalah klub besar di Italia, ia menilai respons mereka terhadap kedatangan Ronaldo akan biasa saja. Juventus pernah memiliki Michel Platini, Alessandro Del Piero, hingga Zinedine Zindane, tapi penilaian Robertson ternyata salah: Ronaldo berhasil membuat hampir seisi kota Turin gegap gempita.
Saat Juventus berlatih di Continassa, Turin sebelah utara, fans Juventus berjubel di belakang pagar pembatas untuk melihat sang adibintang. Alessandro, Mattia, Gianluca dan Federica, empat fans Juventus, bahkan rela melakukan perjalanan sekitar 418 km hanya untuk memastikan bahwa mereka tidak sedang mimpi di siang bolong.
“Sampai aku melihat [Ronaldo] sendiri,” kata Alessandro, “aku tidak akan percaya bahwa ini adalah nyata.”
Ronaldo kemudian tiba di tempat latihan Juventus itu, melambaikan tangan, melempar senyum kepada fans Junvetus, dan membuat Gabriella, fans Juventus berusia 54 tahun, tak tahu harus berbuat apa.
“Tekanan darahku meningkat. Aku begitu emosional,” kata Gabriella.
Dan, orang-orang Turin tentu mempunyai alasan mengapa mereka bersikap seperti itu: Ronaldo datang ke Juve untuk meraih gelar Liga Champions, sebuah gelar yang terakhir kali digenggam Juve pada musim 1995-1996 silam.
Mental Juara Ronaldo
Pernyataan itu dilontarkan Ronaldo usai Juventus kalah 2-0 dari tuan rumah Atletico Madrid dalam pertandingan leg pertama babak 16 besar Liga Champions Eropa dan fans Atletico barangkali hanya bisa tertawa melihat tingkah Ronaldo itu.
Sebab, dalam tiga pertemuan melawan Atletico di Liga Champions Eropa, Juve tak pernah menang. Dari sana, karena bertentangan dengan sejarah, pernyataan Ronaldo itu dapat diartikan bahwa ia sedang berusaha untuk menghibur dirinya sendiri.
Namun, pada kenyataannya, Ronaldo ternyata tidak sedang menghibur diri.
Pada pertandingan leg kedua, seakan ingin membuktikan omongannya, Ronaldo lantas mengamuk. Ia berhasil mencetak hattrick, membuat Juve menang 3-0, dan membawa mereka ke babak perempat-final Liga Champions Eropa. Sementara fans Atletico hanya menunduk, penikmat sepak bola hanya bisa geleng-geleng kepala melihat penampilannya.
Lihatlah bagaimana cara Ronaldo saat mencetak dua gol dari sundulan kepala. Tony Cascarino, jurnalis The Times yang semasa aktif menjadi pemain bola terkenal karena kemampuannya di udara, bahkan memujinya setinggi langit.
Cascarino menulis, ”Sundulan Ronaldo seperti ayunan golf yang sempurna, semuanya bekerja secara bersama-sama dan ketika hitung-hitungannya tepat, sundulan itu hampir tidak bisa dihentikan... Cara ia melompat bahkan memberikan kesan bahwa ia bisa berjalan di udara.”
Cascarino lalu menyebut bahwa “Ronaldo dapat melompat seperti seorang basket dengan kekuatan leher seperti seorang petinju.”
Tentu saja kemampuan Ronaldo di udara itu hanya menjadi salah satu alasan mengapa ia mampu membawa Juventus terus melaju. Dan saat ditelisik lebih jauh, Ronaldo jelas mempunyai faktor lain yang bisa membuatnya selalu menang: ia mempunyai mental juara.
Soal mental juara itu, gol penaltinya bisa menjadi contoh. Penalti itu terjadi pada menit-menit akhir pertandingan. Ia akan melakukan duel satu lawan satu dengan Jan Oblak, salah satu kiper terbaik di dunia saat ini. Ronaldo sama sekali tidak takut. Ia membidik bola ke sisi kanan Oblak, menendang bola tanpa ampun, dan berhasil mengubah sejarah – untuk pertama kalinya, Juventus berhasil menang atas Atletico.
Siapa pun Lawan Juve di Perempat-final, Ronaldo Bisa Diandalkan
Menurut Paolo Bandini, dalam salah satu tulisannya Bleacher Report pada 2014 lalu, mental juara adalah salah satu alasan mengapa Juventus selalu gagal di Eropa. Meski mendominasi di Serie A, setiap kali bertanding di Eropa, Juventus justru tampak sebagai sebuah tim yang tak punya kepercayaan diri. Mereka senang bermain bertahan dan saat menghadapi tim-tim besar, mereka juga senang menempatkan diri sebagai “underdog”.
Melihat bagaimana penampilan Juventus saat menghadapi Atletico Madrid pada pertandingan leg kedua, Ronaldo jelas mampu mengubah paradigma Juventus itu. Mantan pemain Real Madrid tersebut seperti mengajarkan kepada timnya bahwa untuk menjadi yang terbaik, mereka harus mampu tampil penuh percaya diri. Kala itu, Juve bahkan berani tampil menyerang tanpa rasa takut, terus meneror pertahanan Atletico di sepanjang pertandingan.
Dari sana, Ronaldo jelas bisa menjadi modal berharga Juventus untuk menjalani babak selanjutnya. Terlebih, calon-calon-calon lawan Juventus pernah menjadi korban ketajaman Ronaldo: gawang Ajax, Barcelona, Manchester United, Manchester City, Liverpool, Tottenham, hingga Porto pernah dibobol oleh Ronaldo.
Bahkan, karena faktor Ronaldo, Bernardo Silva, gelandang Manchester City, mengaku tidak ingin berjumpa dengan Juventus di babak perempat-final nanti. Saat ditanya jurnalis mengenai kemungkinan ia akan bertanding melawan Ronaldo pada babak perempat-final, Silva menjawab, “Jujur, aku sangat tidak menginginkannya. Aku tahu dia [Ronaldo], aku tahu apa yang bisa dia lakukan.”
Maka, saat akhirnya Juventus akan bertanding melawan Ajax Amsterdam pada babak perempat-final, Juventus seharusnya bisa bermain tanpa rasa takut.(tirto.id)
TAG :